Saturday, March 6, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

PENDAHULUAN

Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.

Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.

DEFINISI

Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.

Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)

PENYEBAB

Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:


Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)


Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
Penyakit jantung atau pernafasan
Gangguan penglihatan
Masa penyembuhan

AKIBAT IMOBILISASI

Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih
Sembelit
Infeksi paru
Gangguan aliran darah
Luka tekansendi kaku

PEMERIKSAAN FISIK

1. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)

3. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

4. Mengkaji system otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

7. Mengkaji fungsional klien


A.KATZ Indeks

Termasuk katagori yang mana:

1. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
2. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
3. Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
4. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
5. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
6. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
7. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)

NO

FUNGSI

SKOR

KETERANGAN

1

Mengendalikan rangsang pembuangan tinja

0

1

2

Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar).

Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).

Terkendali teratur.

2

Mengendalikan rangsang berkemih

0

1

2

Tak terkendali atau pakai kateter

Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)

Mandiri

3

Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi)

0

1

Butuh pertolongan orang lain

Mandiri

4

Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)

0

1

2

Tergantung pertolongan orang lain

Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.

Mandiri

5

Makan

0

1

2

Tidak mampu

Perlu ditolong memotong makanan

Mandiri

6

Berubah sikap dari berbaring ke duduk

0

1

2

3

Tidak mampu

Perlu banyak bantuan untuk bias duduk

Bantuan minimal 1 orang.

Mandiri

7

Berpindah/ berjalan

0

1

2

3

Tidak mampu

Bisa (pindah) dengan kursi roda.

Berjalan dengan bantuan 1 orang.

Mandiri

8

Memakai baju

0

1

2

Tergantung orang lain

Sebagian dibantu (mis: memakai baju)

Mandiri.

9

Naik turun tangga

0

1

2

Tidak mampu

Butuh pertolongan

Mandiri

10

Mandi

0

1

Tergantung orang lain

Mandiri


TOTAL SKOR

Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.

MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.

Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

MASALAH KEPERAWATAN

Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan rasa nyaman nyeri
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer
Kurang perawatan diri
Resiko terhadap cidera
Resiko terjadi infeksi
konstipasi

DAFTAR PUSTAKA

R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, Jakarte, EGC, 1998.

Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta, PTGramedia Pustaka Utama, 1999.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001

MOBILISASI DAN IMMOBILISASI

Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep - konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain :
  1. Pengertian mobilisasi
  2. Menjelaskan tujuan mobilisasi
  3. Faktor - faktor yang mempengaruhi mobilisasi
  4. Macam persendian diartrosis dan pergerakannya
  5. Tanda - tanda terjadinya intolerasi aktifitaS
  6. Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi)
  7. Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi
  8. Macam - macam posisi klien di tempat tidur

1. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (kozier, 1989)

2. Tujuan Mobilisasi al:

  • Memenuhi kebutuhan dasar manusia
  • Mencegah terjadinya trauma
  • Mempertahankan tingkat kesehatan
  • Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
  • Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mobilisasi:

  • Gaya Hidup :Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
  • Proses penyakit dan injury : Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
  • Kebudayaan : Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
  • Tingkat Energy : Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
  • Usia dan status perkembangan : Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
  • Tipe persendian dan pergerakan sendi : Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).

MOBILISASI DAN IMMOBILISASI

MOBILISASI DAN IMMOBILISASI

Oleh :
Hanny Handiyani, SKp, M.Kep.

OBJEKTIF

Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, peserta didik mampu:
- mendefinisikan beberapa terminasi kunci terkait mobilisasi
- menggambarkan konsep dasar dalam mobilisasi: fungsi skeletal, otot skeletal, dan sistem saraf
dalam mengatur pergerakan; pengaruh fisiologik, dan patologik pada kesegarisan tubuh dan
mobilisasi sendi; perubahan fungsi fisiologik dan psikososial yang berhubungan dengan
immobilisasi
- mengkaji klien dengan gangguan mobilisasi
- merumuskan diagnosa keperawatan yang benar untuk masalah mobilisasi
- menulis rencana keperawatan untuk gangguan mobilisasi
- melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif/ pasif (praktikum)
- melakukan teknik positioning/ perubahan posisi klien di tempat tidur (praktikum)
- melakukan teknik ambulasi bagi klien (praktikum)
- mengevaluasi rencana keperawatan untuk masalah mobilisasi

KATA KUNCI
- mekanika tubuh
- body alignment/ kesegarisan tubuh atau postur
- keseimbangan tubuh
- berat
- friksi
- propiosepsi

SUMBER
Carpenito, L.J. (1999). Nursing care plans and documentation: Nursing diagnoses and
collaborative problems. (third edition). Philadelphia: Lippincott.
Craven, R.F., Hirnle, C.J. (2000). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice. (fifth edition). California: Addison, Wesley Publishing Co.
Leahy, J.M.& Kizilay, P.E. (1998). Foundation of nursing practice: A nursing approach. USA:
WB Saunders Company.

MOBILISASI DAN IMMOBILISASI
Oleh : Hanny Handiyani, SKp, M.Kep.

ILUSTRASI

Anda seorang perawat di ruang rawat bedah ortopedi dan bertanggung jawab untuk merawat enam nklien. Klien anda Tn. A (20 tahun) telah dirawat di ruang tersebut selama tujuh hari dengan diagnosa medis fraktur femur sepertiga distal dekstra pascaoperasi pemasangan fiksasi internal hari keenam.

Klien takut untuk menggerakkan anggota tubuhnya karena nyeri. Punggung, bokong, dan tumitnya tampak merah karena lama tertekan. Dokter bedahnya juga telah menginstruksikannya untuk latihan berjalan.

Anda mencoba membantu klien tersebut berjalan, namun karena beban klien terlalu berat,
anda mengalami kesulitan untuk melakukannya. Sebagai perawat, apa yang harus anda perhatikan dan lakukan untuk mengatasi masalah tersebut?

TERMINASI KUNCI

Mekanika tubuh adalah suatu usaha sistem muskuloskeletal dan sistem saraf yang terkoordinasi
untuk mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesegarisan tubuh selama mengangkat,
membungkuk, bergerak, dan melakukan aktifitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang
sesuai dapat mengurangi risiko injuri sistem muskuloskeletal dan memfasilitasi pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa ketegangan otot, dan menggunakan energi otot yang berlebihan.

Kesegarisan tubuh atau postur berhubungan dengan posisi sendi, tendon, ligament, dan otot ketika posisi berdiri, duduk, dan berbaring. Kesegarisan tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot secara adekuat, dan menunjang keseimbangan.

Kesegarisan tubuh menunjang keseimbangan tubuh. Keseimbangan adalah kemampuan untuk
mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri) sebaik mungkin untuk mengatur seluruh keterampilan aktifitas fisik (Glick, 1992 dikutip dari Kozier, 1997).

Keseimbangan diatur oleh serebelum dan telinga dalam (kanalis semisirkuler).
Tanpa keseimbangan ini, pusat gravitasi akan berubah, gaya gravitasi meningkat, dan konsekuensinya menyebabkan risiko jatuh dan injuri. Keseimbangan tubuh diperoleh dengan adanya dasar yang luas, pusat gravitasi berada pada dasar pendukung, dan garis vertikal dapat
digambar dari pusat gravitasi melalui dasar pendukung, postur yang benar (lurus) dan pusat gravitasi lebih rendah.

Berat adalah gaya pada tubuh yang menggunakan gravitasi. Ketika suatu objek diangkat,
pengangkat harus mengetahui berat objek dan mengetahui pusat gravitasinya. Pada objek yang
simetri, pusat gravitasi berada tepat pada pusat objek. Pada manusia, pusat gravitasinya biasanya berada pada 55-57% tinggi badannya ketika berdiri dan berada di tengah-tengah. Gaya berat selalu mengarah ke bawah, hal ini menjadi alasan mengapa objek yang tidak seimbang itu jatuh.

Friksi (gaya gesek) adalah gaya yang terjadi pada gerakan benda yang berlawanan. Perawat dapat friksi dengan mengikuti beberapa prinsip dasar, antara lain meminimalkan permukaan
tubuh (menyilangkan lengan klien di dada), meminimalkan beban, menggunakan kekuatan dan
gerakan klien saat mengangkat (ajak klien berpartisipasi), mengangkat menggunakan pull sheet.

KONSEP DASAR MOBILISASI

Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.

Tujuan mobilisasi adalah
- memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri,
mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.

Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami
keterbatasan gerak fisik.

Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu rentang.
Immobilisasim dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan.

Individu normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi,
ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat.

Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi
pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).

Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra
- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula)
- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas di
mana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh
ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi
engsel seperti sendi interfalang pada jari.

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.

Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.

Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya:
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

Faktor yang mempengaruhi mobilisasi:
1. Sistem neuromuskular
2. Gaya hidup
3. Ketidakmampuan
4. Tingkat energi
5. Tingkat perkembangan

- Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan persendian
memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke
depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.
- Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang servikal dan lumbal
lebih nyata
- Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai tumbuh. Otot,
ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada perkembangan postur dan
peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.

- Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu dibanding yang laki-laki.
Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki
pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan meningkatnya massa
otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot
meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.

- Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada tubuh dan
kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini
akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat
gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak
berpunggung lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung.

- Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.

6. Kondisi patologik:
- Postur abnormal:
a. Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada otot sternoklei
domanstoid
b. Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
c. Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal
d. Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis
e. Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/ pinggul dan
bahu
f. Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral
g. Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf peroneal
- Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi karena gangguan yang
disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal
- Kerusakan sistem saraf pusat
- Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan fraktur.
Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
- muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya
sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
- kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus
- pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik
- metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi)
- eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal
- integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan
- neurosensori: sensori deprivation
Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan perilaku,
perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Pengkajian Ciri Khas Penting Diagnosa Kep
Ukur ROM selama latihan
ekstremitas
Tanyakan klien tentang
persepsinya terhadap nyeri
Tanyakan klien tentang daya
tahan dan toleransi aktivitas
Inspeksi keutuhan area kulit
ekstremitas yang digips
Observasi gaya jalan dan
kemampuan bergerak dengan
bebas
Keterbatasan ROM pada bahu kiri
Enggan mencoba menggerakkan bahu kiri
Gagal mengkoordinasi ketika melakukan
ROM pada bahu kiri
Klien mengeluh nyeri seperti tertusuk
pada lengan kiri
Klien mengatakan kekuatan otot bahu
kirinya berkurang
Abrasi kulit di perimeter area yang digips
Kemampuan untuk mengubah posisi
dengan bebas berkurang
Gangguan
mobilisasi fisik
berhubungan
dengan nyeri pada
bahu kiri
Risiko injuri
berhubungan
dengan tekanan
dari gips

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA yang berhubungan dengan mekanik tubuh yang tidak
sesuai dan gangguan mobilisasi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:
- Kesegarisan tubuh yang buruk
- Penurunan mobilisasi
Risiko injuri berhubungan dengan:
- Ketidaklayakan mekanik tubuh
- Ketidaklayakan posisi
- Ketidaklayakan teknik pemindahan
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan:
- Pengurangan ROM
- Tirah baring
- Penurunan kekuatan
Tidak efektifnya bersihan jalan napas b.d:
- Stasisnya sekresi paru
- Ketidaklayakan posisi tubuh
Tidak efektifnya pola napas b.d:
- Penurunan pengembangan paru
- Penumpukan sekresi paru
- Ketidaklayakan posisi tubuh
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:
- Pola napas asimetris
- Penurunan pengembangan paru
- Penumpukan sekresi paru
Risiko kurangnya volume cairan b.d penurunan
asupan cairan
Gangguan integritas kulit atau risiko gangguan
integritas kulit berhubungan dengan/ b.d:
- Pembatasan mobilisasi
- Tekanan pada permukaan kulit
- Pengurangan kekuatan
Perubahan eliminasi urin b.d:
- Pembatasan mobilisasi
- Risiko infeksi
- Retensi urin
Risiko infeksi berhubungan dengan:
- Stasisnya sekresi paru
- Gangguan integritas kulit
- Stasisnya urin
Inkontinensia total berhubungan dengan:
- Perubahan pola eliminasi
- Pembatasan mobilisasi
Tidak efektifnya koping individu b.d:
- Pengurangan tingkat aktivitas
- Isolasi sosial
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
- Pembatasan mobilisasi
- Rasa tidak nyaman

PERENCANAAN

Contoh Rencana Keperawatan pada gangguan mobilitas fisik
Diagnosa Keperawatan: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri bahu kiri
Definisi: gangguan mobilitas fisik merupakan kondisi individu menunjukkan keterbatasan
kemampuan dalam mobilitas fisik secara bebas
Tujuan
Klien akan mencapai ROM normal (fleksi dan ekstensi 1800) bahu kiri dalam 4 bulan
Hasil yang diharapkan
Klien akan ROM pada kesatuan ekstremitas atas
Klien akan menunjukkan aktivitas perawatan diri menggunakan lengan kiri dalam 2 hari
Klien akan mengikuti program latihan secara teratur pada saat pulang

Intervensi
Usulkan pemberian analgesik 30 menit sebelum latihan ROM
Ajarkan klien untuk latihan ROM spesifik pada bahu dan lengan kiri
Buat jadual latihan aktif antara waktu makan dan mandi

Rasional

Aktivitas analgesik akan maksimal pada saat klien memulai latihan
Pendidikan membuat klien mempunyai kesempatan dan pengetahuan untuk menjaga dan
meningkatkan ROM (Lehmkuhl et al, 1990)

Hal ini akan mendukung frekuensi latihan yang berpengaruh pada kesatuan dan pengurangan risiko perkembangan kontraktur

Rencana keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan-tujuan berikut:
1. mempertahankan kesegarisan tubuh yang sesuai
2. mencapai kembali kesegarisan tubuh atau tingkat optimal kelurusan tubuh
3. mengurangi cidera pada kulit dan sistem musculoskeletal dari ketidaktepatan mekanika atau
kesegarisan tubuh
4. mencapai ROM penuh atau optimal
5. mencegah kontraktur
6. menjaga kepatenan jalan napas
7. mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal
8. memobilisasi sekresi jalan napas
9. menjaga fungsi kardiovaskuler
10. meningkatkan toleransi aktivitas
11. mencapai pola eliminasi normal
12. menjaga pola tidur normal
13. mencapai sosialisasi
14. mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri
15. mencapai stimulasi fisik dan mental

IMPLEMENTASI

Lihat penuntun praktikum

Kriteria dasar cara mengangkat berikut ini:

1. Posisi berat.
Berat yang akan diangkat sebaiknya sedekat mungkin dengan pengangkat.
Tempatkan obyek sedemikian rupa sehingga menggunakan kekuatan mengangkat yang dimiliki
perawat
2. Tinggi obyek.
Tinggi yang paling baik untuk diangkat sebaiknya vertikal yaitu sedikit di atas
dari tinggi pertengahan seseorang dengan lengan menggantung sejajar siku.
3. Posisi tubuh.
Jika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas mengangkat yang berbedabeda,
ikuti petunjuk umum yang dapat dipakai untuk sebagian besar keadaan. Tubuh
diposisikan dengan tubuh tegak sehingga kelompok otot-otot multipel bekerja sama dengan
cara yang tepat
4. Berat maksimum.
Setiap perawat sebaiknya tahu berat maksimum yang aman untuk membawa- aman bagi perawat dan klien. Obyek yang terlalu berat adalah jika beratnya sama dengan atau lebih dari 35% berat badan orang yang mengangkat. Oleh karena itu, perawat yang beratnya 130 lb (59,1 kg) sebaiknya tidak mencoba mengangkat orang imobilisasi yang beratnya 100 lb (45,5 kg). Meskipun perawat mungkin mampu melakukannya, hal ini akan berisiko menjatuhkan klien atau menyebabkan cidera punggung perawat.

EVALUASI
Sesuaikan dengan tujuan

MOBILISASI, PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS, MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING

MOBILISASI

PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS

Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep – konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain :

A. Pengertian mobilisasi
B. Menjelaskan tujuan mobilisasi
C. Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi
D. Macam persendian diartrosis dan pergerakannya.
E. Tanda – tanda terjadinya intolerasi aktifitas
F. Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi)
G. Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi.
H. Macam – macam posisi klien di tempat tidur

A. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier, 1989).

B. Tujuan dari mobilisasi antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi obilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.


2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.


3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.


4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.


5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

D. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).

E. Toleransi aktifitas
Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi.


Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976).
a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic.
c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan posisi tubuh.
f) Status emosi labil.

F. Masalah fisik


Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain :
a) Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
b) Masalah urinari
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine.
c) Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
d) Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2).
e) Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :
1. Perbaikan status gisi
2. Memperbaiki kemampuan monilisasi
3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).
5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.

H. Macam – macam posisi klien di tempat tidur
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3. Posisi dorsal recumbent
4. Posisi supinasi (terlentang)
5. Posisi pronasi (tengkurap)
6. Posisi lateral (miring)
7. Posisi sim
8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)

MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING

Tujuan :

1. Mempertahankan bady aligment
2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman
4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien
5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap

Indikasi :
1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi
2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi)
4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran

Persiapan :
1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mpobilisasi ke posisi lateral.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman ? micro organisme.
3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak.
4. Siapkan peralatan yang di perlukan.
5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi.

Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan :
1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar
2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan
3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi

Persiapan alat :
1. Satu bantal penopang lengan
2. Satu bantal penopang tungkai
3. Bantal penopang tubuh bagian belakang

Cara kerja :
1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan mobilisasi
2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di lakukan mobilisasi lateral
3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien
b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi tegak.
c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.
d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien
e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi
4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).
5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong.
6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan.
7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu klien.
8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :
a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki.
b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil
c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega
9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting sebagai berikut :
a) Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher.
b) Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas.
10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan posisi yang tepat
11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.
12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketheleen Haerth Belland RN. BSN, Mary and Wells RN Msed, 1986, Chlinical Nursing Prosedurs, California Jones and Bardlett Publishers Inc.

2. Diana Hestings. RGN RCNT. 1986, The Machmillan Guide to home Nursing London, Machmillan London LTD. Ahli bahasa : Prilian Pranajaya, 1980 editor lilian juwono Jakarta, Arcan.

3. Barbara Koezeir, Glenora Erb, 1983, Fundamental of Nursing, california Addison – Wesly publishing Division.

4. Barbara Koezeir, Glenora Erb, Oliveri, 1988, Fundamental of Nursing, Philadelpia Addison Wesly publishing Division.

ASKEP AMPUTASI

ASKEP AMPUTASI

A. Pengertian

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.

B. Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.

2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

C. Patofisiologi

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :

1. Metode terbuka (guillotine amputasi).

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)

Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.

3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.

D. Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.

b. Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

E. Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.

Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :

1. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.

2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.

d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.

8. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

G. Diagnosa Keperawatan

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.

4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

H. Perencanaan

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.

- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.

- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.

- Klien dapat melakukan ambulasi.

b. Intervensi :

1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.

Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.

2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.

Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.

3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.

Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.

4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik

Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.

5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.

2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.

- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang

· Jangka Pendek :

- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan

- Klien menyatakan nyerinya berkurang

- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.

b. Intervensi :

1.) Tinggikan posisi stump

Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.

2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.

Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.

3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.

Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.

4.) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.

4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

· Jangka Pendek :

- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.

- Kuku pendek dan bersih.

- Rambut bersih dan rapih

- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.

- Klien mengatakan merasa nyaman.

b. Intervensi :

1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.

Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.

2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.

3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.

· Jangka Pendek :

- Kulit bersih dan kelembaban cukup.

- Kulit tidak berwarna merah.

- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.

b. Intervensi :

1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.

Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.

3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.

6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.

- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.

- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.

b. Intervensi :

1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.

Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.

2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.

Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.

3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.

Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.

4.) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.

Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.

7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi

· Jangka Pendek :

- Luka bersih dan kering

- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.

- Tanda-tanda vital normal

- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)

b. Intervensi :

1.) Observasi keadaan luka

Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.

2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan

Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.

3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.

Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.

4.) Monitor LED

Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.

5.) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi

Sumber:

1. Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

2. Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,